Padang, 16 Januari 2024 – Tim Pengembangan Pariwisata Kawasan Muria bekerja sama dengan LPPM-FEB Universitas Andalas menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Digitalisasi Wisata Kawasan Muria: Mengadaptasi Sukses Model Pulau Mandeh”. Kegiatan ini berlangsung di Kampus Magister Manajemen Universitas Andalas, Kota Padang, pada Kamis (16/1/2025).
Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber dari dua kawasan wisata potensial, yaitu Kawasan Religi Sunan Muria dan Kawasan Wisata Bahari Mandeh. Diskusi membahas strategi pengembangan pariwisata berbasis digital dan inovasi pengelolaan destinasi yang mampu meningkatkan daya tarik wisata. Peserta dihadir dari berbagai akademisi Universitas Andalas (UNAD) baik dari dosen dan mahasiswa.
Pengembangan Wisata Religi Sunan Muria Dr. H. Mohammad Dzofir, M.Ag., (Akademisi IAIN Kudus) menjelaskan bahwa Kawasan Wisata Religi Sunan Muria yang terdiri dari enam desa saat ini masih menjadi tujuan utama ziarah. Akses menuju lokasi dapat ditempuh menggunakan ojek, namun ke depan direncanakan hadirnya inovasi transportasi seperti jeep tour dan fasilitas pendukung lainnya.
Dzofir menekankan pentingnya keterlibatan mahasiswa sebagai agent of change dalam pengembangan wisata agar mampu mendorong kesadaran masyarakat sekitar. “Kolaborasi dengan tokoh masyarakat, motivasi, dan evaluasi berkala sangat dibutuhkan untuk menjaga harmonisasi pengembangan,” ujarnya.
Digitalisasi untuk Pariwisata Terintegrasi penting dan sejalan dengan program pengembangan wisata, Prof. H. Wahibur Rokhman, S.E., M.Si., Ph.D., (Akademisi IAIN Kudus) menyoroti pentingnya penggunaan perangkat lunak berbayar yang aman dalam membangun aplikasi wisata. “Komitmen pengelola aplikasi sangat menentukan keberhasilan digitalisasi. Koordinasi antara pihak pengelola aplikasi dan pelaku usaha seperti pengelola resort harus terjalin baik agar tidak terjadi miskomunikasi,” jelasnya.
Pelajaran dari Kawasan Mandeh, Prof. Dr. Harif Amali Rivai, S.E., M.Si., memaparkan strategi pengembangan Kawasan Wisata Bahari Mandeh, yang kini dikunjungi rata-rata 5.000 wisatawan per bulan. Mereka mengungkapkan sejumlah inovasi seperti promosi melalui YouTube, penjualan merchandise oleh masyarakat, serta penerapan SOP Sapta Pesona untuk kenyamanan dan keamanan pengunjung.
Kawasan Mandeh juga menawarkan berbagai aktivitas wisata, mulai dari jetski, snorkeling, banana boat, camping, hingga kuliner laut tradisional. Upaya peningkatan kualitas layanan dilakukan melalui pelatihan bahasa Inggris bagi pengelola agar siap melayani wisatawan mancanegara.
Mengenai tantangan dan solusi yang tepat Dr. Syafrizal, S.E., M.E., menekankan perlunya sistem paket wisata terintegrasi yang mencakup transportasi, destinasi, dan penginapan. Namun, ia mengakui terdapat sejumlah tantangan seperti persaingan antar pelaku usaha, keterbatasan infrastruktur, dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap perubahan. “Kolaborasi menjadi kunci agar integrasi wisata berjalan baik,” tegasnya.
Melalui FGD ini, diharapkan Kawasan Wisata Religi Sunan Muria dapat mengadaptasi keberhasilan Mandeh dengan menggabungkan inovasi digital, keterlibatan masyarakat, dan pengelolaan destinasi yang berkelanjutan.